Pukul 6 waktu setempat morning call untuk bersiap mandi.
Lalu meletakkan koper besar di depan pintu kamar. Turun ke restoran buffet.
Rutinitas pagi seperti ini akan selalu terjadi bila mengikuti rombongan tour.
Bila satu orang terlambat maka jadwal perjalanan selanjutnya akan molor. Karena
baru pertama kali, dan jumlah peserta yang banyak, jadwal menjadi molor.
Sekitar pukul 08.30 kami baru siap untuk naik ke bus dan menuju menara Eiffel.
Jadwal rombongan kami ke menara Eiffel adalah pukul 10.00.
Ketika naik bus suasana masih gelap, kami berdoa dan lalu
bernyanyi "Selamat Pagi Bapa, Selamat Pagi Yesus, Selamat Pagi Roh Kudus,
Terima Kasih atas Karunia Mu Semalam Tlah Berlalu .. Ku Memuji .. Ku Bersyukur
..
Akhirnya kami sampai juga di pelataran menara Eiffel.
Meskipun di pelataran menara Eiffel dijaga oleh beberapa tentara, kami disarankan
untuk waspada dan selalu berkelompok. Sempat juga untuk foto-foto dengan
tentara Perancis. Kami menunggu tour guide lokal yang akan memandu kami
keliling menara Eiffel. Seorang perempuan Perancis yang mungkin sudah berusia
di atas 50 tahun menjadi pemandu kami selama di kota Paris dengan menggunakan
bahasa Indonesia.
Selanjutnya kami naik ke lantai 2 untuk melihat-lihat
pemandangan kota Paris dari menara Eiffel. Menara Eifel dirancang oleh Gustave
Eiffel pada tahun 1889 untuk merayakan 100 tahun Revolusi Perancis. Pada zaman
itu membangun menara dengan struktur sebanyak 18.083 bagian besi memerlukan
keahlian yang tidak sembarangan. Gustave Eiffel sang insinyur berpikir tentang
bagaimana merancang menara tertinggi di dunia pada saat itu. Tantangannya adalah
menara setinggi 324 meter
berdiri kokoh meskipun dengan tiupan angin kencang. Menara Eiffel diresmikan
pada tanggal 31 Maret 1889. Butuh 2 tahun 2 bulan dan 5 hari untuk
menyelesaikan menara tersebut. Pada perang dunia kedua menara ini menjadi
menara transmisi radio.
Terpaan angin yang dingin tak menyurutkan kegembiraan kami
untuk berfoto-foto menikmati suasana pagi di Paris. Puas foto-foto di lantai 2,
kami turun kembali ke pelataran untuk bersiap santap siang. Kami berjalan kaki
sekitar 1 kilometer
menuju restoran. Perut sudah penuh selanjutnya city tour dengan bus dan foto
stop 15 menit untuk foto menara Eiffel dari jauh!
Keliling Kota Paris
Saat melewati Place de La Concorde, alun-alun legendaris di
ujung boulevard Champs Elysees, Paris, terdapat tugu berbentuk Obelisk yang
menjulang.
Konon Soekarno terinspirasi membuat Tugu
Monas setelah melihat obelisk itu.
Obelisk itu, menurut Awen, diberikan oleh Raja Luxor di
Mesir untuk bangsa Prancis. Ujung dari obelisk itu berlapiskan emas, mirip
seperti Tugu Monas.
Menurut Wikipedia, Obelisque de Luxor di Place de La
Concorde ini hanya ada 2, menjadi gerbang masuk dari Kuil Luxor di Mesir.
Awalnya, pemimpin Mesir Mehmet Ali Pasha memberikan kedua obelisk itu pada
Prancis tahun 1829 yang diterima Raja Louis Philippe tahun 1836. Namun tahun
1990, Presiden Francois Mitterand mengembalikan satu obelisk ke Mesir.
Pemerintah Prancis juga memutuskan untuk memoles emas di puncak piramida
obelisk ini tahun 1998.
Obelisk itu menjulang setinggi 23 meter dengan berat 250
ton. Selain tulisan hieroglif, di sisi plakatnya terdapat gambar yang
menunjukkan cara atau teknologi bagaimana obelisk itu diangkut dari Mesir.
Obelisk dari batu granit itu berusia 3 ribu tahun dan dipenuhi hieroglif saat
kekuasaan Raja Ramses II.
Di tempat obelisk itu berdiri, dulunya adalah tempat alat
hukuman mati, guillotine. Di Place de La Concorde juga saksi bisu bagaimana
pelaku korupsi dihukum mati dengan guillotine, termasuk Marie Antoinette dan Raja
Louis XVI.
Louis XVI dan Marie Antoinette hidup bermewah-mewah dari
pajak rakyat, membangun istana mewah Versailles dan akhirnya menimbulkan
kemarahan rakyat yang membawa akhir hidupnya di ujung pisau guillotine.
Ironisnya, Istana Versailles yang dulu dibangun Louis XVI dari pajak rakyatnya
kini malah menjadi sumber pemasukan pemerintah Prancis dari sektor pariwisata.
Arc de Triomphe
Arc de Triomphe merupakan salah satu monumen paling terkenal
di kota Paris yang menjadi latar belakang ansambel perkotaan di Paris. Terletak
di bukit Chaillot yang tepat berada di tengah konfigurasi persimpangan jalan
raya berbentuk bintang lima.
Pembangunan monumen ini telah direncanakan sejak 1806 oleh
Napoleon setelah kemenangannya di Pertempuran Austerlitz. Proses penyelesaian
konstruksi fondasi dasar monumen ini memakan waktu selama 2 tahun pengerjaan,
dan ketika Napoleon memasuki kota Paris dari barat bersama Archduchess
Marie-Louise dari Austria pada tahun 1810, ia sudah bisa melihat monumen ini
terbentuk dari kontruksi kayunya.
Arsitek dari monumen ini, Jean Chalgrin meninggal pada tahun
1811. Pengerjaan pembangunan monumen ini dilanjutkan oleh Jean-Nicolas Huyot.
Selama masa restorasi Bourbon di Perancis, pembangunan monumen ini sempat
dihentikan dan tidak dilanjutkan sama sekali sampai masa pemerintahan Raja
Louis-Philippe pada tahun 1833-36.
Jenazah Napoleon pernah dibawa melewati monumen ini pada 15
Desember 1840 di dalam perjalanan menuju dimakamkan di Invalides.
Sebuah Makam Prajurit Tak Dikenal dipasang di bawah Arc de
Triomphe di Paris untuk mengenang para korban Perang Dunia I pada 28 Januari
1921.
Selamat tinggal menara Eiffel. Acara selanjutnya adalah
voting yang mau ke Galeri Lafayete atau langsung ke Nevers? Meskipun waktunya
cukup sempit. Akhirnya yang memilih menuju Galeri Lafayete lebih banyak. Sampai
di Galeri Lafayete ada yang duduk-duduk ada juga yang belanja. Sempat ada salah
paham ketika ingin berkumpul kembali setelah sekitar satu jam di Galeri
Lafayete. Akhirnya domba yang hilang bisa ketemu kembali dan kami melanjutkan
perjalanan ke Nevers.
Perjalanan dari Paris menuju Nevers sekitar 3 jam. Kami tiba
di Biara Saint Gildard sore menjelang gelap. Berkumpul dulu untuk berdoa di
sebuah aula. Setelah itu kami berdoa di depan Santa Bernadette Soubirous di dalam sebuah
kapel di Saint Gildard. Merenungkan perjalanan Santa Bernadette, mengapa ia
memilih di Nevers yang lebih tenang. Imannya sungguh menggetarkan hati. Biarlah
Ia semakin tinggi dan aku semakin rendah.
Waktu makan malam sudah tiba. Makan malam kali ini sungguh
istimewa. Kami disajikan masakan suster-suster dari biara Saint Gildard.
Tentunya masakan spesial khas Perancis. Sayuran dan pasta dengan sup labu.
Rasanya bagaimana? Hanya yang pernah ke tempat inilah yang boleh komentar ..
hehehe .. Yang pasti roti Baguette-nya enak!
Malam mulai larut, kami menginap di Mercure Nevers