Menu Melayang

Thursday, November 2, 2017

Hari Keempat Lourdes - Legenda Penampakan Bunda Maria



Pagi hari setelah sarapan, kami melanjutkan dengan jalan salib. Di bukit di samping basilika ada jalan salib dengan 15 perhentian. Fajar belum keluar dari peraduan ketika kami melakukan perhentian pertama. Jalan terus mendaki, beberapa peserta yang sudah sepuh masih semangat untuk melaksanakan jalan salib. Kami bernyanyi

Yesus Kau Andalanku ... Yesus Kau Andalanku ... Yesus Kau Andalankuuuu ... Engkau Andalanku ... Sepanjang Hidupku ... Ya jalan salib yang mendaki dan angin yang dingin, kami mengandalkan Tuhan Yesus agar selalu menemani hidup kami.

Tiba akhirnya di perhentian terakhir hari sudah terang dengan cuaca cerah. Puji Tuhan.
Menuruni bukit, kami berhenti sejenak untuk melepaskan rosario kami di sebuah batu. Di situ banyak rosario yang diletakkan berharap suatu hari bisa kembali ke Lourdes.
  
Hari ini kami akan melakukan misa di depan Grotto dalam bahasa Indonesia. Untuk bisa misa di depan grotto perlu persetujuan dari paroki setempat karena jadwal yang padat. Beruntunglah kami bisa tepat waktu datang pukul 10 di depan grotto dan selain romo Nuruto ada juga pastor lain yang juga ikut dalam misa kami. Selesai misa, ada yang menulis intensi dan memasukkannya ke dalam sebuah kotak di dekat grotto, setelah itu berjalan dan mengusap dinding gua untuk merasakan embun air, berdoa di depan patung Bunda Maria Immaculata (Akulah yang dikandung tanpa noda) dan mengucap syukur. Kemudian kami berfoto dengan latar belakang basilika.

Karena kami mulai berpencar, jadwal untuk ke rumah Bernadete tidak kesampaian.
Kami memilih mengantri untuk mandi karena antrian pagi sudah ditutup maka antrian akan dibuka lagi sekitar pukul 13.30. Pukul 11 antrian masih pendek di seberang sungai. Antrian pria dan wanita dipisah. Panjang antrian kira-kira tidak lebih dari 3 meter untuk pria dan 10 meter untuk wanita. Kami rela untuk tidak makan siang di restoran dan memberikan kepercayaan kepada mba Rossa untuk menitipkan box makan siang ke kamar kami. Cuaca cerah dan mulai panas. Hawa dingin mulai beralih ke hangat, meskipun angin dingin kadang semilir-semilir melewati peserta yang antri. Satu jam sudah lewat, antrian makin panjang. Pukul 13 kami masih menunggu dibukanya pintu antrian. Banyak yang mulai membuka payung untuk menghalau sinar matahari yang lumayan cerah. Menjelang pukul 14 antrian mulai dibuka. Banyak yang berebut untuk masuk, tidak peduli barisan dan mulai kacau. Antrian wanita yang paling panjang.

Akhirnya rombongan pria yang lebih sedikit bisa masuk. Kami mulai masuk dan duduk di kursi panjang di luar ruangan. Sampai pada akhirnya mulai masuk ruangan di dalam. Di sana ada bilik-bilik untuk mandi. Satu bilik mandi bisa memuat 3 orang untuk antri dicelupkan di kolam. Biasanya ada 3 orang relawan di dalam bilik tersebut. Kamar tersebut ditutupi kain putih sebagai pemisah. Di dalam kamar tersebut semua pakaian ditanggalkan termasuk celana dalam. Di dalam kamar kami hanya boleh pakai celana dalam saja. Lalu ketika sudah ada yang selesai dicelupkan, relawan memanggil yang sudah siap untuk masuk ke ruang kolam. Ada 2 relawan yang siap membantu saya untuk membasuh badan. Saya diminta untuk menghadap tembok. Lalu seorang relawan menutupi badan saya dengan kain dari belakang. Saya disuruh untuk melepas celana dalam dan selanjutnya kain tersebut mengikat badan bagiah bawah. Kemudian dibantu untuk masuk ke dalam kolam dan jongkok. Kemudian relawan meminta kita untuk berdoa dalam hati, dan mendoakan mereka. Ketika sudah siap badanku ditenggelamkan ke dalam kolam lalu diangkat lagi. Setelah itu mendoakan Santa Bernadete dan mencium patung Bunda Maria. Keluar dari kolam, seketika air langsung kering. Lalu memakai cd lagi dan relawan tersebut melepaskan kain penutup badan. Selesai dari kolam, segera pakai baju lagi dan jaket karena mulai kedinginan.. brrr.. meskipun di dalam ruangan, karena tadi habis dicelupkan air, baru terasa badan mulai kedinginan menggigil.

Ritual basuh badan untuk rombongan pria sudah selesai. Kami melihat ternyata rombongan wanita masih tertahan antrian. Ternyata mereka diselak oleh banyak orang. Saya sempat kembali ke hotel untuk makan nasi box dan menaruh tas titipan para wanita yang mengantri. Saya kembali ke basilika untuk mengisi air ke dalam jerigen kecil di dekat jembatan. Kemudian kembali ke antrian. Walah ternyata rombongan wanita masih belum masuk juga. Antri dari jam 11 hingga pukul 16 masih belum masuk. Ada yang bertahan dan ada juga yang mundur karena pukul 17 sudah pasti tidak dibuka lagi antriannya. Saya dan istri akhirnya menyalakan lilin sebagai simbol agar harapan tetap menyala di dalam perjalanan hidup kami.

Tempat lilin yang masih baru berbeda dengan yang sudah dinyalakan. Beberapa lilin yang sudah tidak menyala dipindahkan ke tempat lilin yang tinggal separuh. Kami menyalakan kembali lilin-lilin yang tinggal separuh dan tidak menyala. Lalu mendirikannya secara teratur supaya harapan mereka yang menyalakan lilin tetap selalu menjadi terang bagi sesama.

Blog Post

Related Post

Back to Top

Cari Artikel